Sumber Gambar : callingourmothersnames.wordpress.com |
Hindu
mengenal ada empat pembagian jaman, Krtayuga, Trtayuga, Dwapara Yuga dan Kaliyuga.
Banyak kalangan menganggap, sekarang sudah masuk di jaman kaliyuga itu, walau
sesungguhnya tiada yang mampu memastikan batasan dari datangnya masing-masing
jaman. Apakah sekarang sudah memasuki jaman kaliyuga atau tidak, bukanlah
menjadi persoalan, tetapi jauh lebih penting untuk semakin menyadari akan hakekat
Dharma itu sendiri. Ada beberapa penggalan teks yang menceritakan akan
datanganya jaman kegelapan itu. Seperti halnya kutipan kitab Nitisastra berikut.
Singgih yan těkaning yuganta kali
tan hana lewih sakeng mahadhana,
Tan waktan guṇa Çura paṇdhita
wigadha padha mangayaping dhaněÇwara,
Sakweh ning rinahasya sang wiku
hilang kularatu padha hina kasyasih,
Putra dwepi taninda ring bapa si Çudra
banija wirya pandhita.
Kebenaran pada saat datangnya
kaliyuga tidak ada yang bisa melebihi
orang yang kaya harta benda, tidak lagi membicaraka orang yang memiliki banyak
kemampuan,Seorang pandhita, seorang yang pintar, semua tunduk kepada yang kaya
harta, semua yang disakralkan sang wiku tidak dihiraukan, ratu semua
dinistakan, anak membunuh orang tua.
Pangdening kalimurkaning jana
wimoha matukar arebut kawiryawan,
Tan wring ratnya makol lawan bhrata
rawandhawa ripu kinayuh paka Çrayan,
Dewa drwya winaÇa dharma rinurah
kabuyutan inilan padha sěpi,
Wyartang Çapatha suoraÇasti linebur
těkaping adharma murkka ring jagat.
Zaman Kaliyuga menjadikan pikiran
bingung, Senang berebut kekuasaan, tidak tahu dirinya melawan sanak saudara dan
keluarga, Semua yang milik Pura dirusak, padharman-padharman dihilangkan, semua
menjadi sepi, kutukan tidak berguna,Prasasti yang utama dilebur oleh si bodoh
yang rakus di bumi.
Begitu juga halnya
dengan ciri yang termuat dalam Roga Sangara Bumi
ritatkalaning bhūmi nuju kaliyuga,
ratu ameseh lawan pada ratu, rug kang ikang bhūmi, tan ana tunggal rumaksa
bhūmi, obah ikang rāt, tan pegat kageringan, rabah ikang wwang kataman gering,
larania panas, mati makweh.
Kutipan
di atas bisa menjadi renungan serta mengingatkan umat untuk mulat sarira. Semua
kuripan sastra tersebut, kiranya sudah terjadi dan sangat dekat dengan
kehidupan kita. Fenomena yang banyak terjadi
sekarang, sering muncul sangkalan-sangkalan yang seolah-olah menyalahkan jaman,
banyak yang tidak menyadari akan kesalahan yang telah diperbuat, semua merasa
benar adanya. Contoh sederhana, ketika melihat anak durhaka pada orang tuanya,
tiada rasa malu ataupun penyesalan yang dimiliki sang anak. Orang lain yang
melihatnya hanya mengatakan “jaman kaliyuga nak mule keto”. Segala dosa
perbuatan yang ada seperti tidak bisa dihindari dan memang harus terjadi di
jaman yang dibilang sudah memasuki jaman kaliyuga.
0 komentar:
Post a Comment